Senin, 03 Oktober 2011

KOMUNIKASIH DALAM KANDE-KANDEA (MAKAN-MAKAN) BUDAYA KABUPATEN BUTON SULAWESI TENGGARA




PENDAHULUAN

 Kumunikasi dan budaya memmpunyai hubungan timbale balik, seperti dua sisi mata uang. Budaya menjadi bagian dari prilaku komunikasi dan pada giliranya komunikasi pun turut menentukan memelihara, mengembangkan atau mewariskan budaya seperti dikatakan Edward T. Hall bahwa komunikasi adalah budaya dan budaya adalah komunikasi.

 Pada satu sisi, komunikasi merupakan suatu mekanisme untuk mensosialisasikan norma-norma budaya masyrakat, baik secra ‘’horisontal’’ dari suatu masyrakat kepada masyrakat  lainnya, ataupun secara vertical dari satu generasi  kegenerasi berikutnya, pada sisi lain, budaya merupakan norma-norma atau nilai-nilai yang dianggap sesuai untuk kelompok tertentu (Mulejana, 2000;6)

Dengan demikian mata kulia Komunikasi dalm penyuluhan, merupakan mata kulia wajib dalm mayor penyuluhan pembangunan (PPN) di Institut Pertanian Bogor (IPB). Pada makalah atau tulisan ini penulis melihat komunikasi pada situasi tertentu, dan temanya yaitu :  Komunikasi Dalam Kande-kandea (Makan-maka) Kebudayaan Buton Sulawesi Tenggara

PEMBAHASAN
1.    Pengertian komunikasi
Kata atau istilah komunikasi (dari bahasa Inggris “communication”),secara etimologis atau menurut asal katanya adalah dari bahasa Latincommunicatus, dan perkataan ini bersumber pada kata communis Dalam kata communis ini memiliki makna ‘berbagi’ atau ‘menjadi milik bersama’ yaitu suatu usaha yang memiliki tujuan untuk kebersamaan atau kesamaan makna.
Komunikasi secara terminologis merujuk pada adanya proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Jadi dalam pengertian ini yang terlibat dalam komunikasi adalah manusia. Karena itu merujuk pada pengertian Ruben dan Steward(1998:16) mengenai komunikasi manusia yaitu: Human communication is the process through which individuals –in relationships, group, organizations and societies—respond to and create messages to adapt to the environment and one another. Bahwa komunikasi manusia adalah proses yang melibatkan individu-individu dalam suatu hubungan, kelompok, organisasi dan masyarakat yang merespon dan menciptakan pesan untuk beradaptasi dengan lingkungan satu sama lain.
Untuk memahami pengertian komunikasi tersebut sehingga dapat dilancarkan secara efektif dalam Effendy, (1994:10) bahwa para peminat komunikasi sering kali mengutip paradigma yang dikemukakan oleh Harold Lasswell dalam karyanya, The Structure and Function of Communication in Society. Lasswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk untuk menjelaskan komunikasi ialah dengan menjawab pertanyaan sebagai berikut: Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect?
Paradigma Lasswell di atas menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu,yaitu:
1.         Komunikator (siapa yang mengatakan?)
2.         Pesan (mengatakan apa?)
3.         Media (melalui saluran/ channel/media apa?)
4.         Komunikan (kepada siapa?)
5.         Efek (dengan dampak/efek apa?).
Jadi berdasarkan paradigma Lasswell tersebut, secara sederhana proses komunikasi adalah pihak komunikator membentuk (encode) pesan dan menyampaikannya melalui suatu saluran tertentu kepada pihak penerima yang menimbulkan efek tertentu.

2.    Awal Terciptanya Buton
Cikal bakal negeri Buton untuk menjadi sebuah Kerajaan pertama kali dirintis oleh kelompok Mia Patamiana (si empat orang) yaitu Sipanjonga, Simalui, Sitamanajo, Sijawangkati yang oleh sumber lisan mereka berasal dari Semenanjung Tanah Melayu pada akhir abad ke – 13.
Mereka mulai membangun perkampungan yang dinamakan Wolio (saat ini berada dalam wilayah Kota Bau-Bau serta membentuk sistem pemerintahan tradisional dengan menetapkan 4 Limbo (Empat Wilayah Kecil) yaitu Gundu-gundu, Barangkatopa, Peropa dan Baluwu yang masing-masing wilayah dipimpin oleh seorang Bonto sehingga lebih dikenal dengan Patalimbona. Keempat orang Bonto tersebut disamping sebagai kepala wilayah juga bertugas sebagai pelaksana dalam mengangkat dan menetapkan seorang Raja. Selain empat Limbo yang disebutkan di atas, di Buton telah berdiri beberapa kerajaan kecil seperti Tobe-tobe, Kamaru, Wabula, Todanga dan Batauga. Maka atas jasa Patalimbona, kerajaan-kerajaan tersebut kemudian bergabung dan membentuk kerajaan baru yaitu kerajaan Buton dan menetapkan Wa Kaa Kaa (seorang wanita bersuamikan Si Batara seorang turunan bangsawan Kerajaan Majapahit) menjadi Raja I pada tahun 1332 setelah mendapat persetujuan dari keempat orang bonto/patalimbona (saat ini hampir sama dengan lembaga legislatif).
Dalam periodisasi Sejarah Buton telah mencatat dua Fase penting yaitu masa Pemerintahan Kerajaan sejak tahun 1332 sampai pertengahan abad ke – 16 dengan diperintah oleh 6 (enam) orang raja diantaranya 2 orang raja perempuan yaitu Wa Kaa Kaa dan Bulawambona. Kedua raja ini merupakan bukti bahwa sejak masa lalu derajat kaum perempuan sudah mendapat tempat yang istimewa dalam masyarakat Buton. Fase kedua adalah masa Pemerintahan Kesultanan sejak masuknya agama Islam di Kerajaan Buton pada tahun 948 Hijriah ( 1542 Masehi ) bersamaan dilantiknya Laki La Ponto sebagai Sultan Buton I dengan Gelar Sultan Murhum Kaimuddin Khalifatul Khamis sampai pada Muhammad Falihi Kaimuddin sebagai Sultan Buton ke – 38 yang berakhir tahun 1960
3.     Pakande-kandea (makan-makan)
Para gadis-gadis memperbaiki dandannya. Mempersiapkan nampan-nampan berisi makanan di depan mereka. Mereka memakai baju adat kombo wolio khusus untuk para gadis perawan yang belum menikah. Sanggul khas di kepalanya sebagai penanda bahwa mereka adalah Pekakande-kandea adalah salah satu acara tradisional yang diadakan oleh masyarakat dalam rangka menyambut kedatangan para Pahlawan negeri yang kembali dari medan juang dengan membawa kemenangan gemilang. Disamping itu acara ini merupakan pula acara pertemuan muda mudi karena hanya pada acara seperti inilah remaja putera dan puteri memperoleh kesempatan bebas untuk saling pandang.
Dalam pelaksanaannya, masyarakat menyiapkan talam yang berisikan makanan tradisional, kemudian secara bersama berkumpul dalam satu arena  yang telah ditetapkan.
Disinilah gadis remaja dengan menggunakan busana tradisional pula duduk menghadapi talam masing-masing. Setelah tiba saatnya, tampillah dua orang pelaksana untuk mengucapkan WORE, sebagai satu pertanda bahwa acara Pekakande-Kandea siap dimulai, selanjutnya disusul dengan irama KADANDIO dan DOUNAUNA dengan pantun awal :
“ Maimo sapo lapana puuna gau ““ Katupana Mia bari ‘ amatajamo “
Selanjutnya terbukalah kesempatanb bagi siapa saja untuk duduk menghadapi talam. Distulah remaja Putera menyampaikan isi hatinya melalui irama lagu berupa pantun, seraya menunggu saatnya pria melaksanakan tompa. Kemudia sebagai tanda terima kasih sang pemuda memBerikan hadiah pada sang Puteri yang memberikan suapan atau sipo kepadanya.
Sebagai rentetan dari acara ini kadangkala terjadilah kontak yang membawa nikmat antara kedua insan remaja, berupa proses adat tanah leluhur yang berbentuk pinangan.gadis-gadis yang belum menikah.
Mereka memperbaiki susunan makanan yang ada di depannya. Menata piring-piring dan gelas-gelas untuk para tamu yang akan duduk di depan mereka. Acara ini adalah acara Kande-kandea yang dalam arti bahasa wolio makan-makan.  






Daftar pustaka
Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss: Komunikasi adalah proses pembentukan makna di antara dua                                                                                         orang atau lebih
Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson: Komunikasi adalah proses memahami danberbagi makna.
William I. Gordon : Komunikasi adalah suatu transaksi dinamis yang melibatkan gagasan dan perasaan.
Donald Byker dan Loren J. Anderson: Komunikasi adalah berbagi informasi antara dua orang atau lebih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar